Rabu, 06 Mei 2009

Deskripsi metode dan situasi pembelajaran 2 sampai 7

1. Situasi 2

Kelemahan ada pada guru. Pada kondisi siswa dan materi normal ternyata guru tidak maksimal dalam menghandle siswa dan menyampaikan materi. Guru menjadi sumber ketidakcocokan. Contoh situasi:

Guru tidak credible dan memiliki pengetahuan yang terbatas. Pada suatu ketika guru itu memberikan tasks kepada siswa dan jelas sekali tertulis instruksi task tersebut : “Complete the sentences using the words in the blanket”. Ada salah satu siswa yang menanyakan kata blanket dalam instruksi tersebut: ”Bu bukannya blanket itu selimut?” Kemudian dengan PD-nya guru itu menjawab blanket itu tanda kurung itu lho. Gurunya itu siapa? Kok kamu ngeyel.... Kontan siswa tersebut diam dan merasa dipermalukan padahal kemampuan berbahasa Inggris anak tersebut tergolong lumayan. Mestinya guru tersebut lebih bijak dengan menggunakan kamus bersama-sama, bukan terlalu yakin pada apa yang dia tahu. Satu kali konsep salah terbangun maka selamanya anak itu akan mengingatnya. Dan cara merespon anak didik juga tidak sesuai, hendaknya guru tidak mematikan keingintahuan siswa dengan pernyataan yang keras seperti itu.

2. Situasi 3

Situasi 3 merupakan kondisi dimana diasumsikan materi dan guru dalam keadaan normal tetapi siswa tidak belajar karena kondisi tertentu.

Contoh situasi:

Dalam kelas bahasa Inggris di sebuah SMP di daerah pedesaan,sebagian besar anak terlihat loyo, mengantuk dan meletakkan kepalanya di meja. Hanya tiga anak yang duduk dibarisan depan yang terlihat berinteraksi aktif dengan gurunya. Materi yang disampaikan merupakan topik yang sangat menarik dan bahkan guru sangat well prepared, tetapi tetap siswa tidak terlihat aktif. Usut punya usut, ternyata malam sebelumnya di desa tersebut ada pertunjukkan wayang kulit, dan sore hari sebelumnya ada upacara sedekah bumi sebagai wujud rasa syukur mereka karena panen yang melimpah. Anak-anak tersebut harus membantu orang tua mereka. Tak pelak lagi mereka pasti sangat kelelahan pada keesokan harinya. Sebagus apapun materi dan sehebat apapun knowledge guru dalam kondisi anak didik yang tidak fit dan tidak 100% mencurahkan perhatiannya dalam kegiatan belajar maka tetap saja situasi tersebut tidak mencerminkan metode yang sesuai.

3. Situasi 4

Situasi ke 4 merupaan keadaan dimana materi yang diberikan tidak bermasalah tetapi siswa dan guru tidak mendukung kegiatan belajar. Materi yang diberikan sangat menarik, match dengan keseharian peserta didik tetapi lagi siswa tetap tidak belajar dan guru juga tak mampu menciptakan suasana yang kondusif.

Contoh situasi:

Pada kelas bahasa Inggris setelah istirahat jam pertama, kelas tersebut terdengar sangat ramai. Tetapi bukan ujaran-ujaran bahasa Inggris yang terdengar, kadang terdengar tawa lepas. Dari luar, kelas itu tampaknya seperti kelas yang tak ada guru di dalamnya. Tetapi betapa terkejutnya ternyata di dalam kelas itu ada seorang guru bahasa Inggris. Guru itu tampak berbicara berputar-putar di depan tanpa tahu bahwa tak satupun siswa yang mendengarkannya. Bahkan siswa-siswa yang duduk dibarisan depan sesekali berbisik-bisik sambil tertawa kecil. Guru itu guru pemalu, tidak tegas dan terlalu gugup. Padahal dalam tes-tes proficiency guru itu selalu meraih skor tinggi. Dalam kondisi seperti itu guru tidak mampu memanajemen perilaku siswa di kelas, dan siswa sendiri juga tidak mengontrol perilaku mereka. Kondisi perut kenyang setelah istirahat pertama, udara panas membuat siswa terkesan sangat hyper-aktif, mereka terus berbicara dengan temannya dan melupakan etika yang sesuai selama di dalam kelas.

4. Situasi 5

Pada situasi 5, guru dan siswa sangat mendukung kegiatan belajar tetapi materi tidak match dengan kondisi siswa.

Contoh situasi:

Di daerah pedesaan dimana sebagian besar penduduk bekerja sebagai petani dan gaya hidup yang dijalani juga gaya hidup tradisional yang belum tersentuh modernitas. Peserta didik pun juga sangat sederhana dalam kesehariannya. Mereka bersekolah lalu membantu orang tua di sawah sepulangnya. Pada suatu saat, dalam kelas bahasa Inggris ada unit yang membicarakan masalah Internet dan IT. Guru dan siswa sangat termotivasi dalam kegiatan belajar, setiap kegiatan belajar yang terjadi anak-anak meresponnya secara aktif. Tetapi pada topik tersebut, kelas bahasa Inggris berubah menjadi kelas imajinasi. Karena mereka belum pernah mengenal apa itu Internet dan apa itu IT. Seluas-luasnya pengetahuan guru tentang itu tetapi jika tidak match dengan realitas kehidupan anak-anak maka akan sia-sia saja. Anak-anak tetap tidak akan mampu menggunakan bahasa Inggris dalam konteks IT karena mereka tidak menggunakan itu. Lain halnya jika materi itu berhubungan dengan life style di pedesaan dan kegiatan bertani maka penguasaan bahasa Inggris dalam konteks itu akan sangat maksimal. Dengan kata lain materi harus match dengan background atau kondisi sosial, ekonomi dan geografis peserta didik.

5. Situasi 6

Situasi ke 6, guru memiliki pengetahuan dan skills yang memadai tetapi materi dan siswa tidak mendukung kegiatan belajar.

Contoh situasi:

Pada Kompetensi tertentu dalam pembelajaran bahasa Inggris, cakupan materi yang diberikan terlalu luas sementara alokasi waktu yang tersedia sangat terbatas. Materi dengan kompleksitas tinggi dan seyogyanya dikuasai siswa dalam time span yang telah ditentukan sering kali membuat kegiatan belajar terseret-seret. Siswa tidak sepenuhnya belajar karena siswa hanya diberikan sedikit kesempatan berlatih. Sementara siswa sendiri juga tidak menunjukkan respon positif pada tututan itu, siswa cenderung bersikap santai dan cuek. Sehingga tujuan belajar tidak tercapai.

6. Situasi 7

Situasi ke 7, materi dan guru tidak mendukung kegiatan belajar sementara siswa berada pada kondisi normal sebagai peserta didik dalam proses belajar.

Contoh situasi:

Pada suatu kompetensi tertentu, siswa diharapkan mampu menguasi materi tertentu dengan kompleksitas yang sangat tinggi. Guru dalam kelas itu hanya memberikan soal-soal latihan, kemudian meminta siswa untuk mengerjakan lalu memberi kunci jawaban. Guru itu tidak pernah memberikan penjelasan yang gamblang tentang materi itu. Ternyata, guru tersebut tidak memiliki pemahaman yang memadai akan materi itu. Guru itu merasa sok tahu dan tidak mau bertanya atau berdiskusi dengan teman-teman guru yang lain. Jika siswa meminta diberi penjelasan, guru itu selalu menghindar dengan cerita-cerita bombastis yang membuat anak-anak tertawa dan lupa pada pertanyaannya. Jika guru itu berada pada kondisi terdesak dan tidak dapat menghindar lagi maka dia akan menjawabnya dengan asal dengan ”bahasa Inggris versi guru tersebut”. Akibatnya siswa mengalami pembodohan dan dibodohi, materi yang diberikan terlalu kompleks dan belum tentu match dengan relevansi kehidupan sehari-hari dan guru yang mengajar mereka pun guru yang pura-pura tahu.

Dimana Posisi sebagian besar pelaksanaan Pendidikan di Indonesia?

Menurut pendapat saya, posisi pelaksanaan pendidikan di Indonesia ada pada posisi atau situasi ke 7. Guru, materi sangat tidak match dengan metode. Siswa sebenarnya merupakan korban dari ketidaksiapan guru dan materi yang tidak jelas juntrungannya. Tidak ada yang salah pada siswa, jika guru mampu menjadi guru sejati maka perilaku siswa yang tidak baik akan dapat teratasi dengan sendirinya.

Model pendidikan di Indonesia hendaknya benar-benar mewujudkan pendidikan dengan model bottom-up/grass root sehingga semua berpangkal pada apa yang dibutuhkan siswa bukan pada apa yang dicita-citakan oleh satu golongan tertentu. Materi yang diberikan semestinya berdasarkan pada analisis kebutuhan siswa pada ruang tertentu dan waktu tertentu. Need analysis mutlak dilaksanakan sehingga materi yang disampaikan dalam proses pendidikan benar-benar match dengan peserta didik. Materi yang mengikuti siswa bukan siswa yang dipaksa mengikuti materi.

Guru yang ada di Indonesia sekarang ini perlu juga ditanyakan kualitasnya. Benarkah guru-guru itu telah mampu melaksanakan kewajibannya? Benarkah guru yang ada benar-benar guru yang tahu bukan yang pura-pura tahu? Sunnguh memprihatinkan, ijazah dan SIM yang ada merupakan bentuk legalitas tetapi secara nurani guru di Indonesia masih perlu belajar banyak dan mengembangkan kemampuan serta rasa tanggung jawabnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar