Jumat, 29 Mei 2009

Artikel evaluasi pembelajaran

Tuna Grahita di Jakpus Ikuti UN

Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah siswa penyandang cacat mental atau tuna grahita di Jakarta Pusat (Jakpus) mengikuti pelaksanaan ujian nasional (UN) tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) hari pertama untuk materi Bahasa Indonesia, Selasa.

Hal itu, antara lain berlangsung di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) C Dian Grahita, yang diikuti sebanyak 12 siswa, yang satu diantaranya merupakan siswa titipan dari SMPLB Makna Bhakti. Sebanyak dua ruangan kelas di sekolah tersebut digunakan dalam pelaksanaan UN.

Dalam pelaksanaan ujian itu sendiri, siswa yang mengikuti UN tersebut dibantu oleh dua orang pengawas yang membacakan secara bergantian setiap soal.

Soal yang diberikan kepada peserta ujian itu berbeda dengan siswa SMP biasa, dan materinya berupa pengetahuan gambar atau persamaan kata dan lawan kata.

Bahkan, tidak sedikit siswa yang terpaksa harus dibantu oleh guru pengawasnya untuk menulis, karena lemahnya kemampuan mereka untuk mengerjakan jawaban dari soal UN.

"Saya bisa mengerjakan setiap soal materi Bahasa Indonesia," kata salah seorang peserta ujian di SMPLB C Dian Grahita, Marissa Jonggala (16).

Sementara itu, Kepala Sekolah (Kepsek) SMPLB C Dian Grahita, Sr M Joanni, mengharapkan, agar standar nilai penentuan kelulusan siswa penyandang cacat untuk dibedakan dengan siswa normal.

"Pasalnya kemampuan mereka tidak bisa disamakan dengan siswa normal lainnya, hingga standar nilainya juga harus dibedakan," katanya.

Sementara itu, pelaksanaan UN di Jakpus diikuti oleh 13.294 siswa setingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan pelaksanaan ujian tersebut berlangsung sampai 26 April 2007.

Kepala Suku Dinas Pendidikan Dasar (Dikdas) Jakpus, Istaryatiningtias, mengatakan, ke-13.294 siswa yang akan mengikuti UN tersebut, berasal dari 8.444 siswa sekolah negeri dan swasta sebanyak 4.850 siswa.

"Sebanyak 132 SMP dan empat SMP terbuka akan mengikuti pelaksanaan UN," katanya seraya menyebutkan materi yang akan diujian dalam UN itu, yakni, Bahasa Indonesia, Matematika, dan Bahasa Inggris.

grahita tuna grahita

seorang teman menelpon saya dengan tersedu. ia marah, ia panik, ia kecewa, ia terluka.

kemarin, anaknya baru saja menyelesaikan ujian nasional (UN), yang kata mendiknas, adalah alat ukur yang valid atas keberhasilan studi di negeri ini. anak teman karib saya itu salah satu pesertanya. rahman, anak baik itu tak mau bicara sampai hari ini. anak itu marah karena tak berhasil menyelesaikan ujiannya. ia mogok berinteraksi dengan dunia luar, sejak kemarin ia mengurung diri di kamar, demikian kata teman saya itu. rahman menderita down syndrome, atau tuna grahita sejak bayi.

tuan dan puan yang baik hati, tentu saja anda bisa menyelami perasaan teman saya yang terluka itu. ibu yang dilukai karena anaknya menjadi korban kebijakan pejabat yang buta tuli, tak mau melihat, tak mau mendengar apa yang terjadi akibat kebijakannya. pada kasus down syndrome, tingkat kemampuan nalar manusia naik turun, namun lebih sering turunnya. sedangkan soal-soal dalam UN, meski pun diklaim sedemikian canggihnya, tetap saja tak akan mampu menjangkau tingkat keunikan kemampuan nalar tersebut. di lain sisi, harapan para orang tua penderita down syndrome ini pada pendidikan adalah membuat anak-anak tercintanya mampu melakukan aktivitas seperti manusia lainnya yang mendapat anugerah hidup normal (meski demikian banyak yang lupa bersyukur atas anugerah ini), bukan ijazah penanda lulus UN dan hal-hal formal yang sesungguhnya tiada guna untuk anak-anak mereka.

mendengar tangis teman saya itu, saya ikut marah, saya ikut kecewa, saya ikut terluka.

sungguh derita tiada akhir negeri ini memiliki para pejabat penentu arah pendidikan yang nyata-nyata tuna grahita. hanya kekuasaan yang mereka kejar, hanya ketamakan yang mereka punya. pada derita manusia, nalar mereka tak mampu mencerna





TUNA GRAHITA EVALUASI

Asesmen pemahaman bacaan

Menggunakan procedure cloze. Setiap kata ketiga, atau keempat, atau kelima dikosongkan.

Membaca mandiri 57% ke atas

Membaca pengajaran 44-56%

Membaca frustrasi 43% ke bawah

Contoh Pencatatan Hasil Asemen

Nama: ………….

TTL : ………….

Kelas : ………………

No Bentuk Kesulitan Deskripsi
1

2.

3.

Mengenal huruf

Terbalik huruf

Membalik huruf pada kata

Anak sudah mampu mengenal dan menyebutkan huruf dari a s.d. z, tapi masih terbalik pada huruf b dengan d, m dengan n, p dengan q.

Anak masih sering terbalik huruf b dengan d, m dengan n, p dengan q.

Anak sudah mampu membaca kata, namun masih sering terjadi membalik kata, misalnya kuda dengan daku, palu dengan lupa, tali dengan ilat

Penafsiran:

Anak membutuhkan latihan membedakan hurus b, d, m, n, p, dan q serta latihan membedakan kata yang memiliki komposisi huruf yang sama, misalnya tali dengan ilat, kuda dengan daku atau aduk, dll.

Bandung, ………………….

Mengetahui,

Kepala SLB…… Asesor

……………………. ………………

D. Asesmen Menulis

Pada saat asesmen guru dapat melakukan observasi kemampuan anak dalam hal

1. menulis dari kiri ke kanan

2. memegang pensil

3. menulis nama sendiri

4. menulis huruf-huruf

5. menyalin kata dari papan tulis ke buku atau kertas

6. menulis pada garis yang tepat

7. posisi kertas

8. penggunaan tangan dominant

9. posisi duduk

Instrumen Informal Untuk Menilai Bentuk Huruf

Nomor Jenis Kesalahan Keterangan
1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

a seperti o

a seperti u

a seperti ci

b seperti li

d seperti cl

e tertutup tidak ada lubangnya

h seperti hi

i seperti e tanpa titik

m seperti w

n seperti v

o seperti a

r seperti i

r seperti n

t seperti l

t dengan garis di atasnya

Atau

Instrumen Informal Untuk Menilai Bentuk Huruf

Aspek Deskripsi
Posisi duduk
Posisi kertas
Memegang pensil/alat tulis
Bentuk
Ukuran
Spasi (antar huru dan antar kata)
Ketepatan pada garis
Kualitas garis

Contoh hasil asesmen :

Catatan Hasil Asesmen

Aspek Deskripsi
Posisi duduk Pada saat duduk, badan kurang tegak, dagu menempel pada meja, telapak kaki menapak dengan baik pada lantai, dan posisi tangan tidak menopang badan tapi direntangkan ke depan.
Posisi kertas Posisi kertas miring/tidak sejajar dengan badan
Memegang pensil/alat tulis Mampu memegang pensil dengan tiga jari
Bentuk Bentuk tulisan huruf dan kata terlalu condong dan tidak konsisten;kadang condong kadang tegak.
Ukuran Ukuran huruf tidak konsisten ada yang terlalu besar hingga melewati garis dan ada yang terlalu kecil
Spasi (antar huruf dan antar kata) Anak belum memahami spasi antar kata sehingga kata yang ditulis cenderung menumpuk.
Ketepatan pada garis Huruf ditulis mengangkang di atas garis.
Kualitas garis (terlalu tebal atau terlalu tipis) Tulisan terlalu menekan sehinga huruf terlihat tebal dan kotor.

Penafsiran:

Anak membutuhkan materi/latihan posisi duduk, posisi kertas, latihan bentuk huruf yang konsisten, ukuran, spasi antar kata, ketepatan pada garis, dan kualitas garis.


Ujian Sekolah Selama Dua Minggu

YOGYAKARTA, KOMPAS - Ujian sekolah untuk sekolah luar biasa C dilaksanakan selama dua minggu, dengan materi ujian praktik dan ujian tulis. Sampai dengan hari keempat, pelaksanaan ujian praktik bagi para siswa tunagrahita sedang maupun tunagrahita ringan yang berlangsung mulai Senin (23/4) lalu berjalan lancar.

Di SLB Negeri 1 Yogyakarta, ujian dilaksanakan serentak untuk tingkat sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), maupun sekolah menengah atas luar biasa (SMALB). "Tahun-tahun sebelumnya, ujian sekolah untuk SDLB, SMPLB, dan SMALB masing-masing dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan Ujian Nasional SD, SMP, dan SMA umum," kata Sekretaris Ujian Sekolah SLB Negeri 1 Yogyakarta Hardaniyati, Kamis (26/4).

Ujian sekolah sendiri terdiri dari dua tahap, yaitu ujian praktik pada 23-28 April dan ujian tulis pada 7-10 Mei. Materi ujian praktik maupun tulis untuk SDLB terdiri dari pendidikan agama, keterampilan, bahasa Jawa, program khusus atau bina diri, olahraga, bahasa Indonesia, dan IPA. Untuk SMPLB dan SMALB, materi-materi tadi masih ditambah dengan bahasa Inggris, kesenian, dan keterampilan keahlian seperti boga, menjahit, ataupun rekayasa. Berbeda

Hardaniyati yang mengajar kesenian di SLB Negeri 1 Yogyakarta mengungkapkan pelaksanaan ujian sekolah di SLB C tidak dapat disamakan dengan ujian nasional pada SD, SMP, maupun SMA umum. "Standar pembelajarannya pun berbeda. SLB C mengajarkan 60 persen materi praktik dan 40 persen materi pengetahuan, berbeda dengan sekolah umum yang mengajarkan pengetahuan 100 persen penuh. Kemampuan penyerapan materi anak-anak tunagrahita pun di bawah kemampuan rata-rata anak pada umumnya," tutur Hardaniyati.

Siswa tunagrahita sedang dengan rentang Intelligence Quotient (IQ) 50-70 pun lebih sulit menerima pelajaran dibandingkan siswa tunagrahita ringan dengan rentang IQ 70-90.

Respons para siswa SLB C terhadap ujian sekolah pun berbeda. "Kami harus ekstra sabar karena tak jarang anak-anak tidak mau ikut ujian. Ada pula anak yang bersembunyi di dalam lemari karena tidak mau ujian," ujar Hardaniyati.

Kamis kemarin, tujuh siswa kelas VI SDLB mengikuti ujian praktik bahasa Indonesia dengan materi membaca puisi. "Tadi baca puisi Seorang Anak Gelandangan," kata Melia, siswi kelas VI SDLB SLB Negeri 1 Yogyakarta.

Lebih jauh, Hardaniyati mengungkapkan dengan bekal kemandirian dan keterampilan yang diperoleh selama bersekolah, para lulusan diharapkan mampu hidup mandiri dan melakukan usaha produktif. (AB3)

Rabu, 15 April 2009 , 09:43:00


Menengok Persiapan Ujian di Sekolah Luar Biasa
Kesulitan Tentukan Standar Soal, Tuna Grahita Jadi Acuan

Menjelang pelaksanaan ujian nasional (UN), sekolah-sekolah sibuk mempersiapkan siswanya menghadapi ujian. Persiapan tersebut, tidak hanya dilakukan di sekolah umum. Hal yang sama juga dilakukan di sekolah dengan kebutuhan khusus atau sekolah luar biasa (SLB).

Sutrisno, Wakil Kepala SLB-C Ruhui Rahayu Samarinda, mengaku telah melakukan sejumlah persiapan menjelang ujian yang akan dilaksanakan April ini. Namun model persiapan yang dilakukan tidak sama dengan yang dilakukan di sekolah umum, misalnya adanya try out dan tes daya serap (TDS). “Kami tidak melaksanakan try out secara resmi, namun latihan soal-soal terus kami lakukan setiap minggu,” ujarnya.

Selain itu, perbedaan juga terlihat dengan tidak adanya jam pelajaran tambahan yang dibebankan kepada siswa. Menurutnya, jika jam pelajaran ditambah maka anak akan merasa terbebani dan capek, sehingga bisa menyebabkan rasa jenuh.

Sementara itu Lilik, guru di SLB Pembina Tingkat Provinsi Kaltim di Jl Padat Karya, menjelaskan, memang tidak ada perintah dari Dinas Pendidikan untuk try out dan TDS, tetapi pihaknya sudah melakukannya sebanyak dua kali.

Mengenai soal yang diujikan, Lilik menjelaskan dibuat berdasarkan kategori SLB, yaitu, SLB-A untuk tuna netra, SLB-B untuk tuna rungu dan wicara, SLB-C untuk tuna grahita. Sedangkan kendala dalam pembuatan soal tersebut, dia mengaku kesulitan dalam menentukan standar soal yang dibuat. Hal ini karena anak didiknya berbeda tingkat kemampuannya, ada tinggi, sedang, bahkan kurang. “Biasanya soal yang dibuat mengacu pada anak-anak tuna grahita,” ujarnya.

“Kami seringkali harus memberitahu cara menjawab pertanyaan secara berulang-ulang. Kadang-kadang untuk memilih jawaban saja, masih kesulitan, misalnya perintahnya disilang, eh, malah dilingkari atau sebaliknya,” jelasnya tersenyum.

Dia juga menjelaskan, cara yang ditempuh dalam memberi ujian juga disesuaikan dengan kondisi anak. Misalnya untuk tuna netra dalam memberi ujian, soal disajikan dalam huruf braille atau huruf khusus yang dicetak secara timbul. Kemudian, kalimat yang disajikan untuk tuna netra tersebut diberi kalimat-kalimat penjelas yang lebih detil. Sedangkan, untuk tuna rungu, soal yang disajikan akan lebih berisi banyak gambar, dan kalimat-kalimatnya dibuat lebih sederhana.

Khusus untuk kelas 6 SD, mata ujiannya sama dengan standar nasional, yaitu, Matematika, IPA, dan Bahasa Indonesia. Sedangkan untuk ujian akhir semester, soal-soal tersebut rencananya akan diadakan pada 30 Maret – 8 April. “Kami sudah menyiapakan tim pembuat soal yang berjumlah 80 orang,” ujarnya.

Mengenai standar kelulusan, dia merasa optimistis untuk siswa-siwa tuna netra dan tuna runggu akan akan bisa memenuhi standar ujian nasional yaitu 5,5. Tetapi, khusus untuk anak-anak tuna grahita dia mengatakan tidak terlalu menekan seperti standar nilai yang ditetapkan. “Penentuan kelulusan standarnya bukan dilihat dari akademik, tetapi ketuntasan dalam belajar. Biasanya lulus 100 persen tiap tahun asal mengikuti ujian,” tambahnya. (*/nus)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar