Senin, 13 April 2009

Kinerja Guru Dinilai Siswa

Dari Kunjungan Finalis GAB ke Yogyakarta (2)
Selasa, 14 Desember 2004

Untuk memperbaiki mutu pendidikan di daerah, kita jarang mau mendengar keluhan dan masukan dari pengguna jasa, dalam hal ini siswa. Padahal apa yang diinginkan guru belum tentu sama dengan apa yang diperlukan siswa. Termasuk apakah cara mengajar guru sudah sesuai dengan siswa. Guru hanya berpikir, ada materi sesuai kurikulum, disampaikan ke siswa, urusan sudah selesai.

Di sejumlah sekolah di Yogyakarta mulai dibangun sistem kebersamaan untuk meraih mutu pendidikan yang diinginkan. Di sini ada istilah siswa menilai kinerja guru dan guru berhak menilai kinerja kepala sekolah. Sistem ini diterapkan di SMPN 5 Yogyakarta. Sekolah Standar Nasional (SSN) dan siap-siap menuju SSI ini menurut Wakasek Humas Ibu Rini dan Edi Wianto untuk menentukan siapa mengajar kelas berapa ditentukan oleh hasil angket siswa. Jadi, guru setiap tahun dievaluasi kinerjanya oleh siswa.

Dalam evaluasi ini, sedikitnya ada 30 indikator kinerja guru. Mulai dari caranya masuk kelas, disiplin mengajar, kehadiran dan kreativitas dalam pembelajaran. Termasuk penampilan baju dan rambutnya juga dinilai, apalagi cara mengajarnya di kelas. Dari evaluasi kinerja guru dari siswa ini, guru tiap tahun menerima rapor dari kepala sekolahnya. Guru yang favorit dan pintar mengajar akan diberikan hak mengajar pada kelas percepatan atau kelas internasional dengan grade kesejahteraan yang lebih daripada guru yang lain. Guru yang mendapat nilai jelek, dibina lagi untuk segera memperbaiki diri.

Apakah gurunya real dinilai siswanya, menurut Edi Wianto, sistem ini harus disosialisasikan termasuk aspek yang akan dinilai oleh semua guru dan siswa. Dengan demikian tak ada alasan bagi guru menolak hasil kinerjanya.

Di SD Muhammadiyah Sapen 1 juga tak tanggung-tanggung kepala sekolah mengeluarkan gurunya yang dinilai tak mau menuruti sistem di sekolah tersebut. Mantan Kepala SD Muhammadiyah Sapen 1 Haji Sutrisno mengungkapkan di sekolah ini guru diharuskan hadir sebelum siswa lainnya tiba di sekolah. Dan kepala sekolah harus hadir terlebih dahulu sebelum para gurunya tiba di sekolah. ''Kami mulai dari disiplin yang sederhana, bagaimana guru menjadi panutan bagi anak-anaknya dan kepala sekolah menjadi contoh bagi para guru,'' ujarnya.

Ketentuan itu tampaknya belum optimal berlaku di Bali. Bahkan terkesan lebih sering siswa datang duluan daripada guru dan kepala sekolahnya. Di SD favorit di Yogya ini guru dituntut harus kreatif dalam pembelajaran. Kinerja guru ini semuanya dinilai oleh siswa. Di sinilah guru harus berani mengubah pola berpikir. ''Kepala sekolah juga harus tunduk pada hasil evaluasi para gurunya,'' ujarnya.

Di SD Serayu, kinerja guru yang bagus dihargai lebih. Di sekolah yang memiliki program Community Collage Penjaskes dan Melukis ini memberi insentif kepada gurunya karena mereka rata-rata pulangnya sore hari. Guru Baru

Di SMAN 1 Teladan, juga mengenal guru pilihan siswa. Bahkan jika ada pendropan guru baru ke sekolah ini, guru baru ini dievaluasi dulu oleh Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) bersangkutan. MGMP ini sering menolak guru tersebut kalau kualitasnya tak setara dengan guru yang sudah ada di kelompoknya. ''Inilah cara kami mengevaluasi kinerja guru,'' ujar kepala sekolah, Fadil Muhhamad.

Lain lagi di SMA Kolese De Brito. Sekalipun tampak dari luar penampilan siswa sekolah ini seperti preman namun sebagian besar mereka berotak cerdas. Kinerja guru di sini juga dievaluasi oleh siswanya di kelas khususnya dalam hal menemani siswa belajar. Kinerja guru yang dievaluasi menyangkut kemampuannya mengolah nilai-nilai kehidupan kepada para siswanya. Makanya jangan heran ruang kantin di sekolah ini sengaja dibuat luas. Saat makan itulah guru dan siswa bisa berinteraksi mengenai apa saja. Sangat jauh dengan kondisi kantin sejumlah sekolah di Bali. Umumnya ketika guru duduk di kantin, siswanya menghindar, begitu sebaliknya. Mestinya, hubungan harmoni ini banyak dituangkan ketika makan bersama. ''Yah, inilah kekurangan hubungan guru dan siswa di Bali,'' ujar I.B. Sudirga, salah seorang finalis GAB.

Sistem siswa menilai kinerja guru ini menurut finalis GAB, Gusti Suwela pernah diterapkan di SMPN 1 Semarapura, Klungkung, namun tak sedetail yang dilakukan di SMPN 5 Yogyakarta. Kasek yang juga seniman ini mengaku segera memformat sistem tersebut demi kemajuan pendidikan. ''Selama ini kan kita alergi terhadap kritik dari siswa, padahal siswalah yang sebenarnya tahu banyak soal kemampuan guru,'' ujarnya.

Hal ini ditanggapi positif oleh Dewa Suardana. Sekecil apa pun evaluasi dari siswa harus menjadi pertimbangan kepala sekolah untuk memperbaiki kekurangan yang nyata-nyata sudah ada di sekolah itu. Hanya, jangan sampai sistem evaluasi dari siswa ini melenceng, di mana siswa cenderung memberi nilai besar kepada guru yang suka mengobral nilai, atau bertindak lunak terhadap disiplin di kelas. Makanya diperlukan persepsi bersama sebelum menerapkan pola tersebut.

Sumber: Bali Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar